Kamis, 23 Desember 2010

Untukmu, rinduku,


akhwat (2).jpgKembali bertuliskan tentang sejimpit kerinduan dalam hati, yang semakin kuat aku rasakan. Satu rindu yang teramat panjang jalan ceritanya. Dia yang dahulu adalah yang mula-mulanya membersamaiku, yang menuntun aku, yang mengajariku ini itu, yang menghiburku saat aku sedih, yang mengenalkanku pada kesejatian cinta.

Sejuknya untaian perkataannya merajalela di pori-pori hatiku. Aku merindukannya...
Indahnya senyuman itu. Aku merindukannya...
Hangat jabatan tangannya. Aku merindukannya...
Aku merindukan segala tentangnya...

Rindu yang mengucur deras, sebenarnya telah lama aku rasakan. Semenjak aku berbelok arah, sedikit mengambil sudut atas ini dan itu. Semenjak aku terpana pada sebongkah ‘emas’ yang berhasil membuatku mengalah memalingkan wajah darinya. Semenjak terpaan angin doremifasol dari sang tetua keluarga terngiang kuat di telingaku. Semenjak saudaranya sepatu terkuliti dari kakiku. Semenjak pertemuan ujung dua kain segi empat itu tak lagi membuat aku terlambat kuliah.

Sejak itu, aku terjebak dalam persimpangan yang teramat aneh, hingga aku dan dia terpaut beratus-ratus kilometer. Tertutupi oleh beteng transparan yang tebal, terlihat namun tak dapat berkomunikasi. Aku memandanginya saja. Dia masih tersenyum padaku, namun tak seperti dulu. Aku mengintipnya. Dia melambaikan tangan ke arahku, namun tak seperti dulu. Aku mencoba menyapanya. Dia berbinar menyambutku dengan ceria, walau tetap tak seperti dulu.

Meskipun tak seindah dulu, aku tetap merindukannya. Dia begitu setia, saat aku mendua dengan yang lain dan lebih memperhatikan yang lain itu, dia tetap melambai mengajakku bersamanya. Mungkin dia pun masih tetap indah seperti dulu, dan bahkan malah lebih indah, hanya saja aku terlanjur merasa bersalah karena aku telah mendua.

Kesejukan bersamanya, masih teringat jelas. Aku merindukan kesejukan itu...
Kuharap aku akan menjumpainya esok pagi. Aku akan menghirup wewangian itu lagi. Aku akan merasakan kesejukan itu lagi. Apa mungkin esok lusa setelah pertemuan itu aku tetap bersamanya? Restu pun tak kudapat, dari sang bapak, pun dari sang ibu. Namun aku percaya, jika Allah merestui, maka semua akan terjadi.
Wahai kau yang ku rindu, maafkan atas sikapku yang menduakanmu..
Untukmu, rinduku,
Al Huda

Kos Ceria , 23 Des 2010
Rindha Rindhu
»»  READMORE...