Kawan, ketika suaraku tak
semerdu hari lalu, apa masih betah kau bercengkrama bersamaku?
Mungkin saja
jenuh mendengar nyanyianku. Atau mungkin malah bosan dengan wujudku. Kawan,
akan aku katakan dengan nada yang manja, berbisik pada telingamu, mengusap
lembut jemarimu, atau mengelus punggungmu seperti aku memanjakan anak
kecil..... Bahwa aku mungkin tak selamanya berada di sini, di sisimu, kawan.
Tak mungkin aku selalu ada menyapamu dengan teriakan kecil yang manja. Tak
mungkin aku selalu ada tertawa mendengar guyonanmu yang unik dan menggemaskan.
Tak mungkin selalu ada untuk membuatkanmu teh anget ketika kamu sedang sakit.
Tak mungkin selalu ada menemanimu membuat proposal. Tak mungkin selalu ada
merengek manja minta untuk diajari sesuatu. Tak mungkin... Tak mungkin.... Tak
mungkin....
Kawan, sungguh teramat
berharganya persahabatan yang terjalin ini. Hingga suatu saat aku tak lagi
merasakannya, cerita ini akan aku tulis, karena tak mungkin aku dongengkan
semuanya ke seluruh pelosok negeri. Kawan, mungkin saja kau tak berkenan jika
kujadikan tokoh utama dalam secerita kisahku. Maaf kawan, tak ada surat ijin,
hitam di atas putih atas hal ini.
Ketika aku merajutnya, kau
mungkin masih tertidur pulas, menikmati dedongengan mimpi yang mungkin jauh
berbeda dengan mimpiku semalam. Kawan, rajutan kisah bersahabatan ini akan aku
kenakan hingga kelak aku memiliki anak cucu, karena sejarah tidak boleh
dihilangkan. Atau aku akan memuseumkannya dalam etalase kaca yang indah, siapa
saja yang melihatnya akan merasa ingin mencicipinya. Aku tahu, Allah telah
merencanakan sesuatu untukku dalam waktu dekat ini, dan sayangnya, aku tak tahu
rencana apa itu. Kawan, mungkin saja rajutan ini belum sempurna, maaf jika tak
mampu tangan ini menyempurnakannya....
Untukmu, sahabatku
Tidak ada komentar:
Posting Komentar