Kamis, 05 Mei 2011

Awal Penghujung 18


Hujan pagi ini terasa hangat menyapaku. Ketika sepasang sepatuku kudapati dalam keadaan basah di depan kamar. Kehangatan yang kurasakan, bahkan lebih hangat daripada perapian tungku di dapur. Dinginnya air di kolah tak lagi terasa dingin oleh poriku. Tetesan air dari atap sana tak terasa olehku. Aku membeku.

Mungkin airmataku lebih dingin dari semua itu. Hingga suhu abstrak yang dia ciptakan jauh dibawah suhu alam yang mengitarinya. Basahnya hatiku olehnya, lebih membekukan daripada kubangan-kubangan di tepian jalanan.

Maaf kepada aku yang sedang menikmati acara pelapukan. Mirip seperti keterangan ibu guru di SMP dulu, pelapukan terjadi karena perubahan suhu dadakan yang sangat kontras. Benar saja, pelapukan sungguh terjadi.

Hujan menyapaku, sekali lagi, hujan menyapaku. Desir suara rincikan air merasuk sumsum tulang belakangku. Mengingatkanku pada masa itu, saat aku terbaring di balik tirai kamar rumah sakit, ditemani puluhan jarum di sekujur badanku. Masih ingat betul suara pak dokter yang lemah lembut menghibur anak kecil yang meneteskan air mata ini. Masih ingat betul pamitan bapak ketika meninggalkanku keluar kamar. Masih ingat betul sambutan mamak di depan pintu penuh kasih, tetap menghibur aku yang menyerahkan foto rongsen dengan pasrah. Masih ingat betul hiburan masku dan adikku yang tak henti, membujuk aku untuk keluar kamar lantaran aku mengurung diri. Masih ingat betul. Hujan ini, sama seperti hujan pada masa itu, hujan yang menemaniku bercinta dengan jarum.

Tak terasa memang, sudah dua tahun lebih masa itu berlalu. Namun memoir tentang itu masih lekat erat di benakku. Tulisan tangan pak dokter yang tertera di amplop besar itu, “Nn Rinda, 16 thn”. Masih terlalu labil gadis seusia itu untuk menerima kenyataan, bahkan itu adalah saat menjelang ujian nasional, sungguh jika saja ada yang mau merasakan, mungkin akan paham tentang perjuangannya yang dahsyat. Vonis itu, berita datangnya adik baru, percikan api kecil dalam silsilah, berpadu menyatu menemaninya menyambut ujian nasional. Walhasil dengan keterpurukan psikis yang menyerangnya, gadis itu mampu merampungkan masa SMA nya dan melesat meninggalkan masa kepenjarahan itu.

Maaf, memang seperti ini nostalgia ketika hujan menyapa. Sapaan yang hangat. Menghiasi al kisah penghujung 18 ku. Memutar momoar masa lalu untuk instroprksi diri dan mengukur serta up grade kualitas diri. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar