Malam minggu,
seperti yang lalu, sendirian di rumah. Kakakku ngeBand, bapak-mamak-adik2ku,
semua ke rumah simbah. Dan aku jaga rumah (tentunya di rumah) sendirian. Yah,
sudah agak terbiasa. Jadi aku senam jemari saja. Hm... kali ini senam bejudul
“ketika hati goyah karena si dia”.
Dia..dia..dia.
Mirip lagunya lelaki berkacamata dan bersuara agak empuk serak basah. Dia lagi,
dia lagi. Seakan bayangan si dia ada di setiap pandangan mata kita. Ketika kita
menikmati hamparan bintang-bintang di langit, bukan bayangan betapa agungnya
Sang Penciptanya, namun bayangan si dia yang tampak. Ketika kita melihat
pemandangan dari atas bukit bintang, mungkin (padahal aku nggak tau bukit
bintang itu kayak apaan. hehe), bukan ucapan pujian untuk Sang Pencipta yang
kita gumamkan, tetapi segala hal tentang si dia yang terpatri di ingatan kita.
Pun ketika kita dalam perjalanan ke kampus, ketika sedang mendengarkan dosen
berSesorahRia, ketika jam istirahat, ketika ngantri di warung makan, ketika on
line, ketika pulang ke kosan, ketika nyuci baju, ketika nyetrika, ketika
ngerjain tugas, ketika beres-beres kamar, bahkan ketika membuang sampah pun
yang ada di benak khayal kita hanya dia, dia, dan tetap dia. Bahayanya lagi,
jika sampai ketika kita sholat dan membaca Qur’an kita tetap memikirkannya.
Bahaya!! Yang semacam ini sudah terjangkit virus hakcih stadium akhir. (Lhoh???!!.... Semoga kita tidak termasuk
golongan yang demikian)
Kalau sudah begitu,
hari-hari kita menjadi kacau hanya gara-gara fokus kita tersamarkan oleh
bayangan si dia. Sungguh kacau, kacau, dan kacau. Hingga terasa hambar bin
hampa, melalui hari-hari yang nggak jelas. Yang ada hanya lamunan, lamunan, dan
lamunan. Entah lah, memang segala tentang si dia telah mendikte software di
otak kita. Lantas kalau sudah terlanjur virusen, bagaiaman lagi? Bayangkan jika
kita adalah sebuah hand phone, kita harus mereset semuanya. Atau jika kita
adalah flashdisk, kita harus diformat ulang. Atau jika kita adalah laptop, kita
harus diinstall ulang. Hanya saja, kita adalah seonggok daging yang diliputi
selang-selang pembuluh darah, yang bergerak karena ada unsur otot dan tulang,
yang bernafas. Dimana bisa kita temukan tombol reset? Pilihan format atau istal
ulang? Dimana? Apa kau menanyakannya kepadaku?
Entah jenis virus
trojan atau apa, aku tidak pernah berkenalan dengan koloni virus di laptopku.
Dan aku beri nama virus yang membuyarkan pandangan ini adalah virus hakcih. Ya, hakcih. Kedengarannya seperti bunyi bersin tetangga, namun bukan
itu maksudku. Tidak akan dipermasalahkan mengenai maksud dari penyematan nama
itu, yang utama adalah bagaimana tindakan kita jika terindikasi virus tersebut.
Begini, ehem..
Ketika kita merasa sudah terjangkit virus memabukkan
itu, segeralah kita cuci muka!! Mungkin Anda akan bertanya, mengapa cuci muka?
Karena menurut penelitian (hanya khayalan oleh ilmuwati bernama Rinda. Haha),
cuci muka atau yang biasa kita sebut ‘raup’ dapat merangsang otot wajah kita
kembali fresh dan rileks segar kembali setelah lesu lelah melamun. Ya! Kukira
semua orang sudah tahu akan hal itu. Hehehehe. Itu hanya cuci muka! Bagaimana
kalau berwudhu saja sekalian? Tentu saja itu akan membuat semangat kita kembali
seperti semula, pikiran pun akan jernih. Dengan catatan wudhunya dengan
sebenar-benarnya, bukan sekedar basah saja. Ketika kita membasuh telapak
tangan, bayangkan apa saja kerjaan si tangan ini yang telah mengundang virus
itu (misal : sms-an, rajin sms walau jarang dibalas. Hahahahaha). Ketika kita
berkumur, bayangkan ucapan apa saja yang menjadi bumbu menyubur virus itu
(misal : crewet hanya untuk cari perhatian. Heheh). Ketika kita membasuh muka,
bayangkan berapa jam waktu yang kita habiskan untuk melamunkannya (sampai2
tidur pun susah. Hihihi). Ketika kita membasuh tangan, bayangkan apa saja yang
telah kita perbuat hanya untuk menarik perhatiannya (misal : banyak
‘pertolongan’ yang tidak ikhlas, mengharap balasan berupa perhatian.
Hayooo...). Ketika kita membasuh kepala dan telinga, bayangkan berapa sering
otak dan telinga kita tiba-tiba blank saat perkuliahan atau saat mengerjakan
tugas hanya karena bayangan si dia berseliweran (horoooh..). Pun ketika kita
membasuh kaki, bayangkan berapa ribu langkah yang telah kita lakukan hanya
untuk bertemu dengannya (dibela-belain muter lewat jalan yang jauh hanya untuk
berpapasan. Hohoho). Sudah selesai?? Kok? Semua organ tubuhmu kau gerakkan
hanya untuk sidia?? Lalu mana bagian untuk teman, para sahabat, bahkan mana
untuk orang tua kita??!! Kalau semua itu saja belum menduduki posisi atas, lalu
bagaimana dengan Tuhan kita?? Bagaimana dengan Allah?? Apakah Allah masih
menduduki peringkat teratas di data ‘perhatian’ kita??? (...)
Jika wudhu kita
sudah sebenar-benarnya wudhu, maka lima puluh persen konsentrasi kita akan
kembali pulih, bayangan sidia sedikit bergeser. Lalu bagaimana caranya untuk
bisa mencapai konsentrasi yang optimal?? Tentunya kita laksanakan kewajiban
kita, yaitu sholat. Tentunya dengan sholat yang sebenar-benarnya sholat, tidak
asal, orang jawa bilang ‘waton jengkang-jengking’. Hehehe (sepertinya aku
adalah orang jawa. Hah!). Setiap gerakan sholat kita lakukan dengan
sungguh-sungguh, itu akan merangsang otot menjadi rileks dan aliran darah ke
otak menjadi lancar. Kenapa? Ketika kita rukuk, tulang belakang kita
merenggangkan syaraf-syarafnya, dan aliran darah lancar. Ketika kita sujud,
darah akan mengalir ke otak, sehingga suplai oksigen ke otak kita meningkat,
hal itu akan mengembalikan konsentrasi kita. (Wuaaa...jadi sebelum memasuki
ruang ujian, sebaiknya kita bersujud dulu. Heheheheee). Yah, penjabaran tentang
keajaiban wudhu dan sholat kita cukupkan dulu, habis. Lain kali dilanjutkan.
Sudah terlalu mbliber-mbliber, hihihii.
Kita. Ya, memang
kita. (Siapa yang nggak mau ikut? Ya sudah, berarti “kita semua kecuali kamu”.
Hahahaha). Itu lah kita semua kecuali kamu. Hehe. Begitu. Sebenarnya ini
terinspirasi dari beberapa buku yang menjabarkan tentang percintaan. Tentang
“jomblo adalah pilihan”, tentang “nikah dan pacaran”, tentang “kujemput
jodohku”, tentang semuanya. Apa lagi?? Entah, aku lupa. Namun terlalu berat
pembahasannya, yang menurutku “iiihhhh.....sok banget sih! Terlalu perfect..!”.
Opsss...sebenarnya tidak begitu, aku saja yang lebai. Memang, aku tak akan
menyangkal jika kita pernah atau bahkan sedang terjangkit virus hakcih itu. (Lhoh...?). Itu wajar, kata
seorang psikolog. Itu godaan setan, kata seorang ustadz. Dan apa kataku? Itu
nyata, kataku. Hehehehee. (semrawut.com).
Akhirnya aku pun
kehabisan kata-kata (baru menyadari bahwa aku itu boros, boros kata). Kita
harus bangkit! Wujudkan mimpi indah masa depan! (yah, ini contoh konsentrasi
buyar gara-gara lapar, pembahasan sudah tidak kohesif dan koheren apa lagi
komprehensif. Hahaha.. ingat mata kuliah deh jadinya).
Ketika hati goyah
karena si dia. Pokoknya, tenanglah, “masa itu” akan tiba, dan akan lebih
indah... Tenanglah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar